Popular Post

Daftar Statistik

Daftar Isi Blog

Selasa, 18 Oktober 2011

Qodho Sholat Yang Tertinggal


 Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:
‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
"Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu’. Lalu beliau membaca firman Allah.
‘Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku"

Dalam riwayat Muslim disebutkan :Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya”.


MAKNA HADITS
Shalat memiliki waktu tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya.

Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak berdosa karena alasan itu. Dia harus langsung mengqadha’nya selagi sudah mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat pengakhiran ini ialah segera mengqadha’nya. Maka Allah berfirman.

Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” [Thaha : 14]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika
menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha’
shalat itu ialah ketika sudah mengingatnya.

PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMA
Para ulama saling berbeda pendapat, apakah boleh menundanya ketika sudah
mengingatnya ataukah harus langsung mengerjakannya .?
Jumhur ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung. Mereka yang
berpendapat seperti ini ialah tiga imam, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan
para pengikut mereka. Sementara Asy-Syafi’i mensunatkan pelaksanaannya
secara langsung dan boleh menundanya.

Asy-Syafi’i berhujjah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para shahabat tertidur, mereka tidak melaksanakan qadha’ shalat
di tempat mereka tidur. Tapi beliau memerintahkan agar mereka menghela
hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut.
Sekiranya qadha’ ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula,
tentunya mereka juga shalat di tempat mereka tertidur.

Adapun jumhur berhujjah dengan hadits dalam bab ini, yang langsung
menyebutkan shalat secara langsung. Mereka menanggapi hujjah Asy-Syafi’i,
bahwa makna langsung di sini bukan berarti tidak boleh menundanya barang
sejenak, dengan tujuan untuk lebih menyempurnakan shalat dan
memurnikannya. Boleh menunda dengan penundaan yang tidak seberapa lama
untuk menunggu jama’ah atau memperbanyak orang yang berjama’ah atau
lainnya.

Masalah ini dikupas tuntas oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab ‘Ash-Shalat’
dan dia menegaskan pendapat yang menyatakan pembolehan penundaannya.

Mereka saling berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan secara
sengaja hingga keluar waktunya, apakah dia harus mengqadha’nya ataukah
tidak..?

Kami akan meringkas topik ini dari uraian Ibnul Qayyim di dalam kitab
‘Ash-Shalat’, karena uraiannya di sana disampaikan secara panjang lebar.

Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menunda shalat tanpa alasan
hingga keluar dari waktunya, mendapat dosa yang besar. Namun empat imam
sepakat mewajibkan qadha’ di samping dia mendapat hukuman, kecuali dia
memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya itu.

Ada segolongan ulama salaf dan khalaf yang menyatakan, siapa menunda
shalat hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, maka tidak ada lagi
qadha’ atas dirinya sama sekali, bahwa qadha’nya tidak akan diterima, dan
dia harus bertaubat dengan ‘taubatan nashuha’, harus memperbanyak
istighfar dan shalat nafilah.

Orang-orang yang mewajibkan qadha’ berhujjah bahwa jika qadha’ ini
diwajibkan atas orang yang lupa dan tertidur, yang keduanya di ma’afkan,
maka kewajibannya atas orang yang tidak dima’afkan dan orang yang durhaka
jauh lebih layak. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para shahabat pernah shalat Ashar setelah masuk waktu Maghrib pada
perang Khandaq. Sebagaimana yang diketahui, mereka tidak tertidur dan
tidak lupa, meskipun sebagian di antara mereka benar-benar lupa, tapi toh
tidak semua mereka lupa. Yang ikut mendukung kewajiban qadha’ ini ialah
Abu Umar bin Abdul-Barr.

Adapun di antara orang-orang yang tidak mewajibkan qadha’ bagi orang yang
sengaja menunda shalat ialah golongan Zhahiriyah, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Di dalam kitab Ash-Shalat, Ibnul Qayim
menyebutkan berbagai macam dalil untuk menolak alasan yang tidak
sependapat dengannya. Di antaranya ialah apa yang dapat di pahami dari
hadits ini, bahwa sebagaimana yang dituturkan, kewajiban qadha’ ini
tertuju kepada orang yang lupa dan tertidur. Berarti yang lainnya tidak
wajib. Perintah-perintah syari’at itu dapat dibagi menjadi dua macam :
Tidak terbatas dan temporal seperti Jum’at hari Arafah. Ibadah-ibadah
semacam ini tidak diterima kecuali dilaksanakan pada waktunya. Yang
lainnya ialah shalat yang ditunda hingga keluar dari waktunya tanpa
alasan.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Barangsiapa mendapatkan
satu raka’at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah
mendapatkan shalat Ashar”, sekiranya shalat Ashar itu dikerjakan setelah
Maghrib, justru lebih benar dan mutlak, tentu orangnya lebih mendapatkan
shalat Ashar, baik dia mendapatkan satu raka’at atau kurang dari satu
raka’at atau dia sama sekali tidak mendapatkan sedikitpun darinya.

Orang-orang yang berperang juga diperintahkan shalat, meski dalam situasi
yang genting dan rawan. Semua itu menunjukkan tekad pelaksanannya pada
waktunya. Sekiranya di sana ada rukhsah, tentunya mereka akan menundanya,
agar mereka dapat mengerjakannya lengkap degan syarat dan rukun-rukunnya,
yang tidak mungkin dapat dipenuhi ketika perang sedang berkecamuk. Hal ini
menunjukkan pelaksanaannya pada waktunya, di samping mengerjakan semua
yang diwajibkan dalam shalat dan yang disyaratkan di dalamnya.

Tentang tidak diterimanya qadha’ orang yang menunda shalat hingga keluar
dari waktunya, bukan berarti dia lebih ringan dari orang-orang yang
diterima penundaannya. Mereka ini tidak berdosa. Kalaupun qadha’nya tidak
diterima, hal itu dimaksudkan sebagai hukuman atas dirinya. Ibnul Qayyim
menguaraikan panjang lebar masalah ini. Maka siapa yang hendak
mengetahuinya lebih lanjut, silakan lihat kitabnya.

Uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini disampaikan di
dalam ‘Al-Ikhiyarat’. Dia berkata, “Orang yang meninggalkan shalat secara
sengaja, tidak disyari’atkan qadha’ bagi dirinya dan tidak sah qadha’nya.
Tapi dia harus memperbanyak tathawu’. Ini juga merupakan pendapat
segolongan orang-orang salaf seperti Abu Abdurrahman rekan Asy-Syafi’i,
Daud dan para pengikutnya. Tidak ada satu dalil pun yang bertentangan
dengan pendapat ini dan bahkan sejalan dengannya. Yang condong kepada
pendapat ini ialah Syaikh Shiddiq hasan di dalam kitabnya, ‘Ar-Raudhatun
Nadiyyah’.

Inilah yang dapat kami ringkas tentang masalah ini, dan Allah-lah yang
lebih mengetahui mana yang lebih benar.

KESIMPULAN HADITS DAN HUKUM-HUKUMNYA
[1]. Kewajiban qadha’ shalat bagi orang yang lupa dan tertidur, yang
dilaksanakan ketika mengingatnya.
[2]. Kewajiban segera melaksanakannya, karena penundaannya setelah
mengingatkannya sama dengan meremehkannya.
[3]. Tidak ada dosa bagi orang yang menunda shalat bagi orang yang
mempunyai alasan, seperti lupa dan tertidur, selagi dia tidak
mengabaikannya, seperti tidur setelah masuk waktu atau menyadari dirinya
tidak memperhatikan waktu, sehingga dia tidak mengambil sebab yang dapat
membangunnkannya pada waktunya. Kafarat yang disebutkan di sini bukan
karena dosa yang dilakukan, tapi makna kafarat ini, bahwa karena
meninggalkan shalat itu dia tidak bisa mengerjakannya yang lainnya,
seperti memberi makan, memerdekakan budak atau ketaatan lainnya. Berarti
dia tetap harus mengerjakan shalat itu.

[Disalin dari kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul Ahkam, Edisi Indonesia
Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Pengarang Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit Darul Fallah]

oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. barakallaha...

Komentar :

ada 0 komentar ke “Qodho Sholat Yang Tertinggal”

Posting Komentar


  • Web
  • This Blog
  • Follower

     
    This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Hady Sweetcheese (Nurhadiman)
    Twitter Bird Gadget